Busuk Chronicles

Wednesday, 27 April 2016

CD REVIEW: WARHAMMER (Jogjakarta) - "Visual Antagonism", by Corna Irawan, 25 April 2016.


Artist: Warhammer (Jogjakarta)
Title: Visual Antagonism
Format: CD
Year: 2016
Label: Brutal Infection Records

Review: Corna Irawan
Rating: 8.5 / 10

Warhammer adalah sebuah band Death Metal yang muncul dari komunitas musik extreme metal Yogyakarta, Jogja Corpse Grinder (JCG). Berdiri di tahun 2009 dengan nama Genital Cavity yang kemudian mendeklarasikan diri menjadi Warhammer pada tahun 2011. Tahun 2016 ini adalah tahun yang keramat bagi mereka, tepat tanggal 4 April 2016 yang lalu mereka dengan gagah perkasa merilis debut album mereka “Visual Antagonism”, sementara pesta peluncuran album itu sendiri baru akan dilaksanakan akhir bulan ini (29 April 2016) di Jogja Nasional Museum (JNM) Gampingan Yogyakarta. Maka tepat bagi saya untuk mereview album ini sambil bersiap ikut berpesta dengan mereka tanggal 29 April nanti.

Oke langsung saja kita bedah habis album ini. Dibuka dengan intro yang menggambarkan suasana seram dan kelam, seolah kita hendak dibawa ke situasi mencekam negeri ini beberapa tahun silam ketika semua orang harus menghadapi situasi negara di tahun 1965, tahun yang penuh tragedi di negeri ini. Dalam kisaran semenit intro langsung disambung dengan suara distorsi gitar yang menderu, The Beginning. Setelah jeda satu detik telinga kita langsung dihajar dengan sebuah lagu andalan mereka, Aggresion. Inilah lagu yang menurut saya sangat mewakili karakter musik mereka, oldschool death metal yang mengalir dengan sangat kental. Sound gitar yang kasar (raw) dan deru set drum yang membawa kita ke masa-masa kebangkitan musik death metal di akhir tahun 80an (awal 90an). Aura Bolt Thrower memang terasa di lagu ini, oke ini sah-sah saja mengingat menurut pengakuan personelnya memang mengidolakan band death metal asal negeri Britania Raya itu.


Lagu berikutnya adalah lagu yang sempat mereka pamerkan ke kita beberapa bulan silam dengan demo album Warhammer, jadi mungkin sebagian kalian sudah mengenal lagu ini, Living Chaos langsung menderu merobek-robek jantung kita. Konsep lagu yang asik, Bara sang gitaris nampaknya seolah tak kenal lelah menjelajahi setiap bagian lagu ini. Lagu ini terdengar dengan semacam perpaduan Vader dan Entombed namun dengan cara lebih agresif versi Warhammer. Disusul berikutnya Morbid Illussion yang juga ada di demo mereka, bercerita tentang bagaimana kematian menjemput kita, terutama oleh kejamnya keadaan yang ada disekeliling kita, semakin membawa album ini semakin agresif dan mengerikan.

Satu hal yang menarik perhatian saya adalah bagaimana mereka justru "sengaja" membiarkan setiap part lead gitar (melodi), dengan justru ritem gitar ikut "menghilang" (atau terdengar samar-samar). Ibarat sedang live (konser) dengan formasi satu gitar. Padahal jika mereka mau, bisa saja saat proses penggarapan album mereka menebalkan part ritem mereka, well ini oldschool men. Fine!

Enslaving Mankind menjadi sajian berikutnya, dengan drum beat grinding yang cepat menjadi menu lagu ini, lalu seperti rentetan senjata otomatis yang disemburkan untuk menghantam rakyat jelata yang menjadi budak kekuasaan. Album ini memang sengaja membawa tema masa kelam negeri ini di tahun 1965, dimana terjadi tragedi nasional dengan adanya peristiwa G30S/PKI. Ini bisa dilihat dari artwork cover album Visual Antgonism ini yang digarap oleh Rio Oscaryzm. Mereka ingin membawa kita ke suasana dan situasi kala itu, dimana ribuan rakyat indonesia menjadi korban karena ulah sekelompok yang berkepentingan dalam usahanya menguasai negeri yang kaya raya ini. Yang kemudian sejarah telah ditekuk dan diaransemen sesuai "seniman" mana yang membuat, dan kita sebagai rakyat biasa hanya bisa menerima dan mengikuti saja tanpa tahu apa dan bagaimana yang sebenarnya terjadi.

Kembali kita dibawa ke suasana kelam dan mencekam saat lagu Dimension of Sorrow mulai dikumandangkan, sebuah lagu intrumentalia. Diawali dengan petikan gitar dan sayatan melodi yang membawa kita pada suasana pagi buta ketika datang manusia pembantai kesunyian. Sajian melody apik ini dibantu oleh Ardian N Anwar. Kelar kemudian kembali dihentak dengan lagu Burning Death.

Kemudian lagu Ruins to the Past mulai mengalir dengan tempo sedang namun terasa berat. Begitupun Damned Souls yang masih menceritakan tentang kengerian masa pembataian masal yang pernah menjadi sejarah brutal negeri ini. Yang akhirnya dijawab para arwah yang dipaksa mati oleh situasi politik yang tak dimengerti oleh mereka yang menjadi korban dengan Voice of Burial Ground, sebuah puisi dari alam kubur.

Akhirnya rangkaian “pembantaian” dalam album Visual Antagonism ini ditutup dengan sempurna dengan lagu The Last Revenge. Begitu terasa bagaimana penderitaan rakyat (tak bersalah) yang dipaksa harus menerima situasi yang terjadi. Album ini telah sukses membawa kita dalam lembah penuh darah sebagai salah satu proses yang harus dialami dan dilalui negeri ini. Album ini digarap pada akhir tahun 2015 yang lalu di Rockstar Studio Yogyakarta, dengan tangan dingin Donny Wagna sebagai music enginered, orang yang sama dengan saat penggarapan album Forging A Legacy milik Death Vomit. Silakan berburu album ini sebelum kehabisan atau kamu akan menyesal dalam penderitaan kuburmu [by Corna Irawan and used here with his kind permission.]


Tracklist:
01 The Beginning
02 Aggression
03 Living Chaos
04 Morbid Illussion
05 Enslaving Mankind
06 Dimension of Sorrow
07 Burning Death
08 Ruins to the Past
09 Damned Souls
10 Voice of Burial Ground
11 The Last Revenge
Credits:
Adin Ahmad Ramadhani - Vocals
Bara Lintang Swastika - Guitars
Bayu Setiawan - Bass
Husein Khaidhor Musa - Drums

No comments:

Post a Comment