Friday 16 December 2016

OPINION: Black is Metal is Black, by Daniel Natjaard (Valerian keyboardist) (includes new NATJAARD video)

JIKA ANDA MASIH BERPIKIR BAHWA MENJADI MUSISI BLACK METAL SAMA DENGAN ARTINYA MENJADI PENGANUT SATANIS, BACA DULU TUNTAS ARTIKEL INI. DAN MARI MENERTAWAKAN KENAIFAN PEMIKIRAN YG SELAMA INI TERLANJUR BERKEMBANG.

Daniel Natjaard
Satanisme dan perilaku yang tercakup didalamnya, adalah hal yang selalu dikaitkan dengan musik Black Metal hingga saat ini. Entah siapa yang memulai, namun masyarakat bawah tanah seolah percaya saja tentang pengultusan itu. Seolah terjadi penyeragaman ide, bahwa menjadi musisi Black Metal itu haruslah seseorang yang Anti Tuhan.

Ujung-ujungnya, banyak masyarakat awam mencibir dan menganak-tirikan musik Black Metal hingga seolah tidak layak di dengar dan di kemukakan pada khalayak. Singkatnya, apakah semua musisi Black Metal haruslah manusia yang satanis, atau haruskah semua penganut satanis memainkan musik Black Metal?

Bagaimana bila ada seorang dukun santet yang kerap mengandalkan bantuan dari makhluk supranatural dan menggemari musik Campursari, apakah dukun tersebut juga bisa disebut musisi ataupun penggemar Black Metal?

Atau misalnya, ada seorang musisi Black Metal lokal yang memilih untuk tidak beragama namun percaya akan adanya Sang Pencipta, apa orang tersebut bisa dikatakan sebagai seorang satanis?

Di sini kami mencoba untuk mengupas tentang Black Metal secara singkat, dengan beberapa referensi yang dapat kami percaya, walaupun di sertai dengan segala keterbatasan yang kami miliki.

Tujuannya tak lain adalah mengklarifikasi estetika dan esensi Black Metal itu sendiri, mencoba perlahan-lahan meralat dikotomi tentang Black Metal adalah Satanis yang tercipta selama ini, khususnya di Indonesia. Lebih dari itu, kami ‘menuntut’ para musisi yang mengibarkan bendera Black Metal, agar dapat memberikan pertanggungjawaban atas genre yang dipilih itu.

Keberadaan Black Metal (sebagai genre) tak lepas dari nama VENOM, band Heavy Metal yang berdiri di Newcastle Inggris pada awal tahun 80. Awalnya band ini banyak terpengaruh oleh konsep musik band-band macam LED ZEPPELIN, BLACK SABBATH dan DEEP PURPLE.

IMMORTAL RITES (Kediri)
Seiring perjalanan waktu, merekapun melakukan pendewasaan dalam konsep musiknya melalui penambahan tempo yang lebih cepat, distorsi gitar yang lebih bising dan perubahan pada karakter vokal.

Band yang digawangi Cronos, Mantas dan Abaddon inilah, yang nantinya dipercaya oleh kebanyakan musisi Black Metal maupun musisi Non Metal, sebagai band New Wave Of British Heavy Metal. Melalui album Black Metal yang dirilis pada tahun 1982, mereka diamini sebagai gelombang pertama dari lahirnya genre Black Metal.

Pada saat yang hampir bersamaan, para kampiun Metal di tempat lain juga mulai bermunculan. Sebut saja BATHORY dari Swedia yang memulai debut albumnya di tahun 1984, HELLHAMMER dan CELTIC FROST dari Switzerland, MERCYFUL FATE dari Denmark, SODOM dari Jerman dan banyak lagi.

Kelak bergemanya Black Metal ditandai pula dengan lahirnya band-band Black Metal di Norwegia seperti MAYHEM, BURZUM, DARK THRONE, IMMORTAL dan EMPEROR. Mereka juga kerap disebut sebagai band Black Metal gelombang kedua.

GRIM INFERNUS (Gresik)
Namun, perlu dicatat, mereka (grup band di atas), pada dasarnya menganut paham Satanisme sebagai ideologi dalam bermusik. Tidak salah jika akhirnya muncul stigma sempit bahwa musik Black Metal identik dengan Satanisme, atau perlawanan terhadap kepercayaan tertentu.

Mari bergeser ke Swedia. Di Negara ini, tidak sedikit grup band terinspirasi scenes di Norwegia macam MARDUK, DISSECTION, DARK FUNERAL, LORD BELIAL, NIFELHEIM dan ABRUPTUM yang memiliki kharakter dan konsep bermusik yang sedikit berbeda satu sama lain. Tak jauh berbeda kondisinya di Finlandia, banyak bermunculan pula band-band yang mengusung Black Metal seperti BEHERIT dan IMPALED NAZARENE.

Jika diperhatikan, para musisi dari negara-negara yang berlainan tersebut memiliki ideologi berbeda satu sama lain. Kecuali Mayhem dan Marduk yang menancapkan satanisme sebagai ideologi bermusik, ternyata banyak group band Black Metal yang tidak melulu berkutat di satanisme.

Ideologi Nihilisme, Paganisme, Nasional Sosialis dan pemujaan terhadap dewa-dewa ala bangsa Viking juga mewarnai kancah musik Black Metal sepanjang perjalanannya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor referensi yang cukup kuat yang membuktikan bahwa Tidak Semua Musisi Black Metal menganut paham maupun gaya hidup Satanisme ataupun sebaliknya.

Sampai di sini, dapat kita tarik sebuah kesimpulan awal, bahwa sebenarnya genre adalah satu hal yang terpisah dari ideologi. Artinya, konsep musik sebuah band itu tidak mesti sama dengan konsep yang dipunyai band lain.

Sederhananya, Satanisme dan Black Metal adalah satu kesatuan terpisah yang berdiri sendiri-sendiri. Musisi Black Metal tidak secara keseluruhan mengusung konsep satanisme seperti yang acap kali kita dengar dalam pembicaraan masyarakat umum di warung-warung kopi, toserba, restoran, kios majalah, yang menganggap bahwa Black Metal adalah musik sesat, asal bunyi, tak layak dengar dan setumpuk cibiran bahkan cacian dan hujatan keras lainnya terhadap musik ini.

Ambil contoh band yang mengusung konsep Pagan Black Metal. Bisa dikatakan bahwa band tersebut adalah orang-orang penganut Paganisme yang memainkan musik Black Metal, atau bisa juga dikatakan sebagai musisi Black Metal yang membawakan ideologi Paganisme. Sangat jelas bukan, bahwa tidak ada kaitan dengan Satanisme sama sekali di sini.

Di lain pihak, apa pernah ada yang bisa membuktikan para penganut paham satanis macam Ku-Klux-Klan maupun sekte-sekte sesat lainnya, adalah penggemar musik Black Metal, ataupun sebaliknya?

Khusus di Indonesia, tahun 1995 menjadi cikal bakal berkembangnya Black Metal, yang dipioniri MAKAM, RITUAL ORCHESTRA, DRY dan HELLGODS. Patut diingat, mereka masih exist dalam karya dan jalurnya hingga saat ini.

Berkembangnya Black Metal sempat dibumbui dengan hal-hal ‘lucu’ dan kontroversial yang membuat musik Black Metal malah di vonis sebagai musik sesat. Misal, penyembelihan kelinci diatas panggung, pembakaran dupa dan kemenyan, dan hal-hal lain yang cukup mengundang sensasi juga membuat bulu kuduk bergidik.

Djiva Ratriarkha dan Julius Kamadathu dari band MAKAM pernah mengomentari hal ini dan menyikapinya dengan sangat bijak. Menurut mereka, dupa, kemenyan, setanggi dan ratus plus make up horor memang fenomenal dalam sejarah BM di tanah air. Ini baik, jika memang euforia hingar-bingar penampilan itu dilanjutkan dalam pola pikir dan attitude para pelakunya untuk mau belajar dan memahami philosofi tentang menjadi seorang Pribadi Black Metal.

Kesepakatan senada tentang fenomena itu juga datang dari Throne ‘RITUAL ORCHESTRA’, Lord Morgan ‘DRY’, Vaar Mossath ‘IMMORTAL RITES’, juga Van Dark ‘THIRSTY BLOOD’. Mereka meyakini bahwa adanya ritual itu tidak selalu berkaitan dengan apa yang ingin disampaikan dalam musik Black Metal.

Gresik Congegational Command
Sudah saatnya, para penggiat Black Metal membekali diri dengan kematangan konsep dan keluasan wawasan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam menyampaikan visi dan misinya.

Proses pembelajaran dan pendewasaan dalam konteks Black Metal sangat perlu dilakukan dengan berkesinambungan, sehingga nantinya akan mengikis pemikiran tidak penting yang menempel lekat dibalik jubah besar Black Metal.

[Daniel Natjaard plays for Valerian, Hailsail, Natjaard, Nevertale, Thirst of Blood, ex-Faktorial, ex-Thirsty Blood, Somberfrost, ex-Dry, ex-Dead Core, ex-Severity. He is a legend in the Surabaya metal scene. This year Daniel played on the following new studio albums: Stardust Revelation (Valerian band - Power Metal) and Autumn Obscursia (Natjaard band - Black Metal).]

Video-clip: NATJAARD featuring Daniel Natjaard: "Ashes Through Centenary" (highly recommended by Busuk Chronicles):
https://www.youtube.com/watch?v=1W64AH5WZT4&feature=youtu.be

Comment from Daniel Natjaard: "But in Natjaard's material, there is a mix of influences from several places, like Alastis, Dismal Euphony, Vaakevandring, and in a few parts I also referenced bands who are not Black Metal at all such as Europe & Dokken" [Facebook comment, 16 December 2016].
From Left to Right: Doni Wicaksonojati of IMMORTAL RITES; Yudiagusta of SEREIGNOS & EMPTYS; Daniel Natjaard of NATJAARD & HORDAVINTHRA; Weaponized of DIABOLICAL; & Hernandes Saranela of ANATHEMA DISMORPHEUS, he's also the director of the movie named "WHERE DO WE GO", a Black Metal Documentary Movie [names supplied by Hendra Yuwono].
Dimas Valerian (VALERIAN guitarist) with Yudiagusta (vocalist SEREIGNOS / EMPTYS)
DIABOLICAL band (Gresik, East Java)
Andi (BLASPHEMER vocalist, Surabaya Black Metal) with Kieran James (Busuk Chronicles).
From Left To Right: Unknown; Weaponized of DIABOLICAL (I don't know the name of man behind him either hahaha); Yudiagusta of SEREIGNOS & EMPTYS; Cumik of DILAPIDATED; & Unrighteous of TRIUMPHATOR [names supplied by Hendra Yuwono].

No comments:

Post a Comment

CONCERT REVIEW: SAXON, live @ Barrowland Ballroom, Glasgow, Scotland, 21 November 2022, by KIeran James.

SAXON concert review – Glasgow, Scotland, 21 November 2022, by Kieran James “We stood in the dark and the band played on” It wasn’t a no...