JIKA ANDA MASIH BERPIKIR BAHWA MENJADI MUSISI BLACK METAL SAMA DENGAN
ARTINYA MENJADI PENGANUT SATANIS, BACA DULU TUNTAS ARTIKEL INI. DAN
MARI MENERTAWAKAN KENAIFAN PEMIKIRAN YG SELAMA INI TERLANJUR BERKEMBANG.
Daniel Natjaard |
Satanisme dan perilaku yang tercakup didalamnya, adalah hal yang selalu
dikaitkan dengan musik Black Metal hingga saat ini. Entah siapa yang memulai, namun
masyarakat bawah tanah seolah percaya saja tentang pengultusan itu. Seolah
terjadi penyeragaman ide, bahwa menjadi musisi Black Metal itu haruslah
seseorang yang Anti Tuhan.
Ujung-ujungnya, banyak masyarakat awam mencibir dan menganak-tirikan
musik Black Metal hingga seolah tidak layak di dengar dan di kemukakan pada
khalayak. Singkatnya, apakah semua musisi Black Metal haruslah manusia yang
satanis, atau haruskah semua penganut satanis memainkan musik Black Metal?
Bagaimana bila ada seorang dukun santet yang kerap mengandalkan bantuan
dari makhluk supranatural dan menggemari musik Campursari, apakah dukun
tersebut juga bisa disebut musisi ataupun penggemar Black Metal?
Atau misalnya, ada seorang musisi Black Metal lokal yang memilih untuk
tidak beragama namun percaya akan adanya Sang Pencipta, apa orang tersebut bisa
dikatakan sebagai seorang satanis?
Di sini kami mencoba untuk mengupas tentang Black Metal secara singkat,
dengan beberapa referensi yang dapat kami percaya, walaupun di sertai dengan
segala keterbatasan yang kami miliki.
Tujuannya tak lain adalah mengklarifikasi estetika dan esensi Black
Metal itu sendiri, mencoba perlahan-lahan meralat dikotomi tentang Black Metal
adalah Satanis yang tercipta selama ini, khususnya di Indonesia. Lebih dari
itu, kami ‘menuntut’ para musisi yang mengibarkan bendera Black Metal, agar
dapat memberikan pertanggungjawaban atas genre yang dipilih itu.
Keberadaan Black Metal (sebagai genre) tak lepas dari nama VENOM, band
Heavy Metal yang berdiri di Newcastle Inggris pada awal tahun 80. Awalnya band
ini banyak terpengaruh oleh konsep musik band-band macam LED ZEPPELIN, BLACK
SABBATH dan DEEP PURPLE.
IMMORTAL RITES (Kediri) |
Seiring perjalanan waktu, merekapun melakukan pendewasaan dalam konsep
musiknya melalui penambahan tempo yang lebih cepat, distorsi gitar yang lebih
bising dan perubahan pada karakter vokal.
Band yang digawangi Cronos, Mantas dan Abaddon inilah, yang nantinya
dipercaya oleh kebanyakan musisi Black Metal maupun musisi Non Metal, sebagai
band New Wave Of British Heavy Metal. Melalui album Black Metal yang dirilis
pada tahun 1982, mereka diamini sebagai gelombang pertama dari lahirnya genre
Black Metal.
Pada saat yang hampir bersamaan, para kampiun Metal di tempat lain juga
mulai bermunculan. Sebut saja BATHORY dari Swedia yang memulai debut albumnya
di tahun 1984, HELLHAMMER dan CELTIC FROST dari Switzerland, MERCYFUL FATE dari
Denmark, SODOM dari Jerman dan banyak lagi.
Kelak bergemanya Black Metal ditandai pula dengan lahirnya band-band
Black Metal di Norwegia seperti MAYHEM, BURZUM, DARK THRONE, IMMORTAL dan
EMPEROR. Mereka juga kerap disebut sebagai band Black Metal gelombang kedua.
GRIM INFERNUS (Gresik) |
Namun, perlu dicatat, mereka (grup band di atas), pada dasarnya menganut
paham Satanisme sebagai ideologi dalam bermusik. Tidak salah jika akhirnya
muncul stigma sempit bahwa musik Black Metal identik dengan Satanisme, atau
perlawanan terhadap kepercayaan tertentu.
Mari bergeser ke Swedia. Di Negara ini, tidak sedikit grup band
terinspirasi scenes di Norwegia macam MARDUK, DISSECTION, DARK FUNERAL, LORD
BELIAL, NIFELHEIM dan ABRUPTUM yang memiliki kharakter dan konsep bermusik yang
sedikit berbeda satu sama lain. Tak jauh berbeda kondisinya di Finlandia,
banyak bermunculan pula band-band yang mengusung Black Metal seperti BEHERIT
dan IMPALED NAZARENE.
Jika diperhatikan, para musisi dari negara-negara yang berlainan
tersebut memiliki ideologi berbeda satu sama lain. Kecuali Mayhem dan Marduk
yang menancapkan satanisme sebagai ideologi bermusik, ternyata banyak group
band Black Metal yang tidak melulu berkutat di satanisme.
Ideologi Nihilisme, Paganisme, Nasional Sosialis dan pemujaan terhadap
dewa-dewa ala bangsa Viking juga mewarnai kancah musik Black Metal sepanjang
perjalanannya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor referensi yang cukup
kuat yang membuktikan bahwa Tidak Semua Musisi Black Metal menganut paham
maupun gaya hidup Satanisme ataupun sebaliknya.
Sampai di sini, dapat kita tarik sebuah kesimpulan awal, bahwa
sebenarnya genre adalah satu hal yang terpisah dari ideologi. Artinya, konsep
musik sebuah band itu tidak mesti sama dengan konsep yang dipunyai band lain.
Sederhananya, Satanisme dan Black Metal adalah satu kesatuan terpisah
yang berdiri sendiri-sendiri. Musisi Black Metal tidak secara keseluruhan
mengusung konsep satanisme seperti yang acap kali kita dengar dalam pembicaraan
masyarakat umum di warung-warung kopi, toserba, restoran, kios majalah, yang
menganggap bahwa Black Metal adalah musik sesat, asal bunyi, tak layak dengar
dan setumpuk cibiran bahkan cacian dan hujatan keras lainnya terhadap musik
ini.
Ambil contoh band yang mengusung konsep Pagan Black Metal. Bisa
dikatakan bahwa band tersebut adalah orang-orang penganut Paganisme yang
memainkan musik Black Metal, atau bisa juga dikatakan sebagai musisi Black
Metal yang membawakan ideologi Paganisme. Sangat jelas bukan, bahwa tidak ada
kaitan dengan Satanisme sama sekali di sini.
Di lain pihak, apa pernah ada yang bisa membuktikan para penganut paham
satanis macam Ku-Klux-Klan maupun sekte-sekte sesat lainnya, adalah penggemar
musik Black Metal, ataupun sebaliknya?
Khusus di Indonesia, tahun 1995 menjadi cikal bakal berkembangnya Black
Metal, yang dipioniri MAKAM, RITUAL ORCHESTRA, DRY dan HELLGODS. Patut diingat,
mereka masih exist dalam karya dan jalurnya hingga saat ini.
Berkembangnya Black Metal sempat dibumbui dengan hal-hal ‘lucu’ dan
kontroversial yang membuat musik Black Metal malah di vonis sebagai musik
sesat. Misal, penyembelihan kelinci diatas panggung, pembakaran dupa dan
kemenyan, dan hal-hal lain yang cukup mengundang sensasi juga membuat bulu
kuduk bergidik.
Djiva Ratriarkha dan Julius Kamadathu dari band MAKAM pernah
mengomentari hal ini dan menyikapinya dengan sangat bijak. Menurut mereka,
dupa, kemenyan, setanggi dan ratus plus make up horor memang fenomenal dalam
sejarah BM di tanah air. Ini baik, jika memang euforia hingar-bingar penampilan
itu dilanjutkan dalam pola pikir dan attitude para pelakunya untuk mau belajar
dan memahami philosofi tentang menjadi seorang Pribadi Black Metal.
Kesepakatan senada tentang fenomena itu juga datang dari Throne ‘RITUAL
ORCHESTRA’, Lord Morgan ‘DRY’, Vaar Mossath ‘IMMORTAL RITES’, juga Van Dark
‘THIRSTY BLOOD’. Mereka meyakini bahwa adanya ritual itu tidak selalu berkaitan
dengan apa yang ingin disampaikan dalam musik Black Metal.
Gresik Congegational Command |
Proses pembelajaran dan pendewasaan dalam konteks Black Metal sangat
perlu dilakukan dengan berkesinambungan, sehingga nantinya akan mengikis
pemikiran tidak penting yang menempel lekat dibalik jubah besar Black Metal.
[Daniel
Natjaard plays for Valerian, Hailsail, Natjaard, Nevertale, Thirst
of Blood, ex-Faktorial, ex-Thirsty Blood, Somberfrost, ex-Dry, ex-Dead Core,
ex-Severity. He is a legend in the Surabaya metal scene. This year Daniel played on the following new studio albums: Stardust Revelation (Valerian band - Power Metal) and Autumn Obscursia (Natjaard band - Black Metal).]
Video-clip: NATJAARD featuring Daniel Natjaard: "Ashes Through Centenary" (highly recommended by Busuk Chronicles):
https://www.youtube.com/watch?v=1W64AH5WZT4&feature=youtu.be
Comment from Daniel Natjaard: "But in Natjaard's material, there is a mix of influences from several places, like Alastis, Dismal Euphony, Vaakevandring, and in a few parts I also referenced bands who are not Black Metal at all such as Europe & Dokken" [Facebook comment, 16 December 2016].
Video-clip: NATJAARD featuring Daniel Natjaard: "Ashes Through Centenary" (highly recommended by Busuk Chronicles):
https://www.youtube.com/watch?v=1W64AH5WZT4&feature=youtu.be
Comment from Daniel Natjaard: "But in Natjaard's material, there is a mix of influences from several places, like Alastis, Dismal Euphony, Vaakevandring, and in a few parts I also referenced bands who are not Black Metal at all such as Europe & Dokken" [Facebook comment, 16 December 2016].
From Left to Right: Doni Wicaksonojati of IMMORTAL RITES; Yudiagusta of SEREIGNOS & EMPTYS; Daniel Natjaard of NATJAARD & HORDAVINTHRA; Weaponized of DIABOLICAL; & Hernandes Saranela of ANATHEMA DISMORPHEUS, he's also the director of the movie named "WHERE DO WE GO", a Black Metal Documentary Movie [names supplied by Hendra Yuwono].
Dimas Valerian (VALERIAN guitarist) with Yudiagusta (vocalist SEREIGNOS / EMPTYS) |
DIABOLICAL band (Gresik, East Java) |
Andi (BLASPHEMER vocalist, Surabaya Black Metal) with Kieran James (Busuk Chronicles). |
No comments:
Post a Comment